Beras!!! Siapa sih yang tidak kenal beras. Setiap hari kita makan nasi. Nasi terbuat dari beras. Lewat beras pula, manusia akan bisa mempertahankan kehidupannya. Beras sudah menjadi makanan pokok di sebagian besar masyarakat dunia. Dan karena beras pula, rakyat bisa antri. Antri untuk mencari sesuap nasi. Kemudian juga muncul istilah beras untuk rakyat miskin ‘raskin’. Beras 1000 perak perkilo hasil dari subsidi pemerintah untuk masyarakat kecil. Banyak yang di untungkan akibat beras, beras ‘raskin’ diperebutkan akan tetapi juga di korup? Ini benar-benar terjadi di daerah saya yang kecil, karena ‘oknum’ yang menjual raskin untuk kepentingan pribadi.Alhasil rakyat yang benar-benar membutuhkan malah tidak kebagian.
Pagi ini ketika dalam perjalanan ke tempat kerja, terlihat beras tumpah. Aneh, hati ini terenyuh, sedih… karena terbayang kalau beras tersebut adalah milik si miskin, maka si miskin mungkin tidak jadi makan nasi. Terbayang betapa beras sangat di cari, lihatlah di pasar cipinang, banyak yang mengais beras, dikumpulkan dari hasil jejatuhan, lalu di jual lagi oleh para pencari beras. Sedikit demi sedikit mereka peroleh beras tersebut, lalu dijualnya untuk diganti dengan lauk seadanya.
Masih terbayang jelas ingatanku kala itu, kala rezim orde baru, ada yang namanya swasembada beras, yah dimana negara kita mampu berproduksi beras lewat hasil pertanian, lantas sekarang? Beras itu di impor? Malu. Dan ironisnya lagi dari beberapa kasus impor beras, terdapat beberapa pejabat yang bermain untuk kepentingan sendiri. Koruptor? Entahlah, aku gak tau apa definisi koruptor. Pejabat bulog adalah pejabat yang paling sering disebut-sebut. Lantas sudahkah kita memperlakukan beras itu selayaknya? Ternyata belum. Kadang kita makan nasi seenaknya, lantas tersisa lalu dibuang, tanpa pernah berpikir banyak saudara-saudara kita yang tidak makan. Tapi mau apa lagi? Bingung juga sih ..
Friday, June 23, 2006
Thursday, June 1, 2006
tiba-tiba aku rindu sahabatku
Tiba-tiba aku teringat padamu. Ingat rumahmu yang menghadap ke barat dengan satu batang pohon jambu di depan rumahmu. Sejuk. Ingat ketika sore itu 31 januari 1995, ketika kita pergi bersama ke pantai, bermain mencari kerang, karena saat itu sedang musim kerang di pantai widara payung yang terkenal angker dengan ombak gedenya. Ketika itu masih berseragam SMA kita ke pantai sepulang sekolah bersama Wasito, Agus, Fatur, Aku dan kamu. Nun jauh disana, pantai itu yang indah kita tertawa bersama bermain bercanda…
Dan ketika pulang dari pantai.. alamaaaaak… ban sepeda kita kempes, lalu kita sama-sama menuntun sepeda sejauh 2 kilometer sampai ke rumahmu. Dan sampai disana sepeda diisi angin oleh kakekmu itu. Sampai akhirnya akupun pulang kemaleman, karena radius rumahmu dengan rumahku sangat jauh, lintas kabupaten. 2 jam perjalanan naik bis. Walhasil sampe rumahpun aku dimarahin, karena sudah dicari-cari.
Ketika pertama kenal kamu, hati ini ketawa, sungguh-sungguh ketawa, kamu kecil, item dan gaya bicaramu lucu. Tapi kamu pinter, pribadi tangguh yang gak mengenal menyerah. Aku sebel kalo kamu panggil namaku dengan nama Bapakku bukan namaku. Aku juga sebel kalo disekolah nama Bapakku lebih dikenal sama teman sekelasku di banding sama namaku sendiri. Kadang teringat ketika kita sama-sama bersaing di organisasi sekolah, tutur bahasamu teratur bahkan kadang aku bilang ‘sok’ banget.
Di bandingkan sama temen-temenku yang lain, kamu bukanlah teman yang istimewa, tapi kita pernah sama-sama berjuang, dikelas, berjuang dalam organisasi sekolah, berjuang dalam keagamaan. Pernah suatu ketika aku mencari kambing kurban bersama adik kelas, dan pas saat itu ada latihan pramuka, kita terlambat, dan kamu memanggil adik kelasku, waktu itu aku bilang ke kamu, sudahlah kita ada alasannya, tapi kamu beda, kamu seorang pemimpin kecil yang komit dengan apa yang kamu pimpin, mengingatkanku pada pemimpin-pemimpin kita saat ini, yang begitu gampangnya menaikkan harga-harga. Bahkan para elit-elit politik di gedung DPR sana berkali-kali naik gaji, sementara rakyat kecil tidak tersentuh. Korupsi dimana-mana disemua lini pemerintahan. Menyebalkan!
Kemudian ketika kamu ke rumahku, kita ke kali serayu. Dan lagi-lagi kita naik sepeda.
Ketika kita lulus sekolah, aku keJakarta, dan konon kamu pergi ke Jogya kuliah di kota gudeg. Beberapa kali kutanyakan kabar tentangmu sama temen-temen tapi tidak terkoneksi, dan kini entah kamu dimana, mungkin kamu sudah sukses dengan keluarga yang sukses pula. Diono si hitam kecil yang ‘kemaki’ dan kadang ‘kemlinti’..
Dan ketika pulang dari pantai.. alamaaaaak… ban sepeda kita kempes, lalu kita sama-sama menuntun sepeda sejauh 2 kilometer sampai ke rumahmu. Dan sampai disana sepeda diisi angin oleh kakekmu itu. Sampai akhirnya akupun pulang kemaleman, karena radius rumahmu dengan rumahku sangat jauh, lintas kabupaten. 2 jam perjalanan naik bis. Walhasil sampe rumahpun aku dimarahin, karena sudah dicari-cari.
Ketika pertama kenal kamu, hati ini ketawa, sungguh-sungguh ketawa, kamu kecil, item dan gaya bicaramu lucu. Tapi kamu pinter, pribadi tangguh yang gak mengenal menyerah. Aku sebel kalo kamu panggil namaku dengan nama Bapakku bukan namaku. Aku juga sebel kalo disekolah nama Bapakku lebih dikenal sama teman sekelasku di banding sama namaku sendiri. Kadang teringat ketika kita sama-sama bersaing di organisasi sekolah, tutur bahasamu teratur bahkan kadang aku bilang ‘sok’ banget.
Di bandingkan sama temen-temenku yang lain, kamu bukanlah teman yang istimewa, tapi kita pernah sama-sama berjuang, dikelas, berjuang dalam organisasi sekolah, berjuang dalam keagamaan. Pernah suatu ketika aku mencari kambing kurban bersama adik kelas, dan pas saat itu ada latihan pramuka, kita terlambat, dan kamu memanggil adik kelasku, waktu itu aku bilang ke kamu, sudahlah kita ada alasannya, tapi kamu beda, kamu seorang pemimpin kecil yang komit dengan apa yang kamu pimpin, mengingatkanku pada pemimpin-pemimpin kita saat ini, yang begitu gampangnya menaikkan harga-harga. Bahkan para elit-elit politik di gedung DPR sana berkali-kali naik gaji, sementara rakyat kecil tidak tersentuh. Korupsi dimana-mana disemua lini pemerintahan. Menyebalkan!
Kemudian ketika kamu ke rumahku, kita ke kali serayu. Dan lagi-lagi kita naik sepeda.
Ketika kita lulus sekolah, aku keJakarta, dan konon kamu pergi ke Jogya kuliah di kota gudeg. Beberapa kali kutanyakan kabar tentangmu sama temen-temen tapi tidak terkoneksi, dan kini entah kamu dimana, mungkin kamu sudah sukses dengan keluarga yang sukses pula. Diono si hitam kecil yang ‘kemaki’ dan kadang ‘kemlinti’..
Subscribe to:
Posts (Atom)