Showing posts with label Alfamart. Show all posts
Showing posts with label Alfamart. Show all posts

Sunday, November 29, 2009

SEBERAPA BERHARGA RUPIAH KITA??

Rupiah dan rupiah lagi. Biasanya rupiah itu dibuat tidak berkutik dengan nilai tukar lain seperti Dollar Amerika. Sementara itu nilai tukar rupiah sendiri di negeri ini mulai merendah harga 1000 rupiah untuk 3 tahun yang lalu, tentu berbeda dengan Rp. 1000 tahun ini, begitu seterusnya. Hukum ekonomi akan terus berlaku.

Ini sih tentang seberapa berharganya rupiah di negeri sendiri, dan bagaimana kita menghargai nilai rupiah yang kita punya. Terakhir kali Bank Indonesia mengeluarkan pecahan Rp. 2.000 menjelang lebaran. Keluarnya pecahan dua ribu rupiah menyebabkan makin terpuruknya nilai tukar rupiah. Terpuruk dalam arti nilai yang kita punya sudah tidak seberharga dulu. Lahirnya Rp. 2000 mengikis pula dengan hadirnya nilai-nilai rupiah kecil seperti koin Rp. 50, 100, maupun Rp. 500. Bahkan nilai-nilai kecil tersebut di bank tertentu kadang di tolak jika ingin menyetornya (fakta dari beberapa keluhan  suara pembaca diharian Ibu Kota).

Hal ini di perparah pula dengan sudah bergantinya nilai tukar rupiah pecahan Rp. 50, 100, maupun Rp. 200 yang kini berganti fungsi menjadi permen. Yah permen, tapi perlu di ingat bahwa tidak semua orang suka dengan permen. Dan parahnya lagi, permen itu tidak bisa dijadikan alat tukar yang sah untuk transaksi pembelian.

Ya tidak bisa di pungkiri jika kita pergi berbelanja ke mini market ataupun supermarket,  kita menjadi semacam 'dipaksa' untuk menerima kembalian permen.  Dengan dalih tidak ada uang kecil maka pecahan nilai tukar rupiah kecil pun berubah jadi permen yang sering kali tidak kita makan sama sekali alias di buang. Artinya rupiah kita sudah tidak dihargai lagi di negeri sendiri. Dari beberapa pengalaman yang pernah penulis alami, seringkali minimarket yang kini menjamur hampir di pelosok perumahan selalu mengembalikan kembalian uang kecil dalam bentuk permen. Ini menjadi semacam pemerasan terselubung yang dilakukan, walau memang kalau di telusuri pasti mereka juga tidak mau disalahkan karena tidak adanya nilai kecil. Bayangkan saja jika nilai tukar di bawah Rp. 500 semisal kembalian Rp. 265  yang seharusnya di kembalikan dalam bentuk rupiah akan berubah fungsi menjadi dua buah permen. Nah yang Rp. 65 kemana? mending kalau permennya kita makan? nah kalau enggak? Tapi kalau kita bertransaksi misalnya Rp. 95.115, pasti akan terjadi pembulatan menjadi Rp. 95.200 dan yang kembalian Rp. 300 akan di berikan dalam bentuk permen. Nah ini gimana? ini memang pemerasan terselubung karena mau tidak mau kita akan menerima permen, alias mereka sebenarnya menjual permen, hanya saja tidak masuk dalam struk.

Bukan persoalan permen atau nilai yang tidak seberapa, akan tetapi ini menjadi menyebalkan karena permen bukanlah nilai tukar yang sah di Indonesia ini. Memang harus diakui tidak semua minimarket mengembalikan dalam bentuk permen, akan tetapi hampir sebagian besar melakukan praktek tersebut. Lantas dimana keadilan buat konsumen? apabila sewaktu-waktu kita membayarnya dalam bentuk permen dari kembalian minimarket ataupun supermarket tersebut akankah diterima? ini seharusnya menjadi PR bagi YLKI untuk melindungi konsumen-konsumen kita.

Namun satu acungan jempol saya berikan untuk 'Indomaret' karena dengan cerdas bekerjasama dengan Bank Mandiri telah mengeluarkan Indomaret card dimana buat penulis pribadi sangat bermanfaat karena tidak perlu di pusingkan dengan kembalian permen. Dan tentu saja nilai rupiah yang kita keluarkan sesuai dengan struk yang ada. Memang kita harus deposit dulu dengan sejumlah uang untuk transaksi, akan tetapi fair dan adil karena jumlah yang kita keluarkan toh sesuai dengan nilai struk yang ada. Dan untuk minimarket-minimarket lain semoga saja menyusul, karena buat apa punya member yang harus di perpanjang jika kembalian kita juga tetap saja ditukar dengan permen.

Semoga saja kedepannya nilai rupiah kita akan lebih di hargain lebih oleh bangsanya sendiri, atau solusi cerdas adalah berbelanjalah ke warung-warung terdekat.

Monday, November 3, 2008

Negeri Permen, Budaya Baru .....

Hampir dipastikan semua masyarakat Indonesia pernah berbelanja. Baik itu di warung, pasar tradisional, Swalayan, minimarket maupun hypermarket. Wah kalau yang terakhir ini sih emang sudah membudaya nih... Hari gini, jaman sekarang pasti deh sudah keranjingan belanjanya lebih milih di swalayan dibanding dengan pasar tradisional.

Sebenarnya sih gak masalah , mau belanja di pasar kek, diwarung kek atau di swalayan sekalipun. Hanya saja disini saya hanya ingin menyoroti tentang budaya permen. Wah kayaknya enggak berlebihan sih kalau saya bilang sudah membudaya. Tepatnya budaya pengembalian permen, alias nilai rupiah kita di kembalikan dengan permen.... wah ini alat tukar yang baru atau pemaksaan nih.....

Kalau boleh dibilang ini adalah pemaksaan, karena tidak semua orang suka akan permen. Tapi mau apalagi, kadang hak konsumen itu sangat lemah. Coba deh kita bayangkan kalau kita ke minimarket dekat rumah, kalau boleh disebutkan ada Alfamart, Indomaret kalau diBandung ada Mikro, Yomart dan masih banyak lagi mungkin. Setiap pembelanjaan dengan sisa uang diratusan perak, kita seringkali di beri kembalian permen dan permen lagi. Ini berlaku hampir di sebagian besar minimarket.

Belum lagi, kalau nilai misalnya 45 rupiah sisanya pasti gak akan kembali ke kita, tapi sebaliknya kalau misalnya kita beli harganya 9.640 pasti dong kita disuruh bayarnya 9.700, lah ini sisanya kemana? belum lagi kalau yang 300 dikembalikan dengan permen.....

Well.... memang di sebagian minimarket, supermarket ada program setiap sisa rupiah kita disumbangkan. Wah kalau yang ini sih saya ikhlas... yang bikin gak ikhlas adalah sudah dibulatkan keatas, kembaliannya adalah permen....

Sekedar gambaran saja yah, saya sering berkunjung ke minimarket disekitar saya sebutlah Alfamart dan Indomaret. Nah dari kedua minimarket ini yang saya perhatikan nih, yang paling sering ngasih kembalian permen adalah Alfamart. Memang saya tidak spesifik menyebutkan Alfamart mana, tapi saya ini suka iseng, kadang-kadang kembalian permennya saya kumpulkan, karena saya memang tidak suka permen.

Sekarang, pertanyaannya adalah, bisakah suatu saat jika kita kurang 200 perak misalnya, kita bayar dari permen yang memang benar-benar dari minimarket yang bersangkutan? Kayaknya gak bisa deh.....

Disini posisi konsumen jelas lemah....dilain sisi jelas dong itu kembalian adalah pemaksaan, tapi disisi lain kalau gak ada ya udah kita mau gak mau terima.

Sebenarnya satu solusi, yang mungkin bisa diambil adalah setiap pengembalian uang mending ditabung di minimarket yang bersangkutan, caranya tentu rada repot, karena setiap konsumen harus menjadi member....

Tapi yang jelas, budaya pengembalian permen sudah menjalar kemana-mana, kecuali di warung-warung kecil belum. Udah menjadi negeri Permen.....