Hampir dipastikan semua masyarakat Indonesia pernah berbelanja. Baik itu di warung, pasar tradisional, Swalayan, minimarket maupun hypermarket. Wah kalau yang terakhir ini sih emang sudah membudaya nih... Hari gini, jaman sekarang pasti deh sudah keranjingan belanjanya lebih milih di swalayan dibanding dengan pasar tradisional.
Sebenarnya sih gak masalah , mau belanja di pasar kek, diwarung kek atau di swalayan sekalipun. Hanya saja disini saya hanya ingin menyoroti tentang budaya permen. Wah kayaknya enggak berlebihan sih kalau saya bilang sudah membudaya. Tepatnya budaya pengembalian permen, alias nilai rupiah kita di kembalikan dengan permen.... wah ini alat tukar yang baru atau pemaksaan nih.....
Kalau boleh dibilang ini adalah pemaksaan, karena tidak semua orang suka akan permen. Tapi mau apalagi, kadang hak konsumen itu sangat lemah. Coba deh kita bayangkan kalau kita ke minimarket dekat rumah, kalau boleh disebutkan ada Alfamart, Indomaret kalau diBandung ada Mikro, Yomart dan masih banyak lagi mungkin. Setiap pembelanjaan dengan sisa uang diratusan perak, kita seringkali di beri kembalian permen dan permen lagi. Ini berlaku hampir di sebagian besar minimarket.
Belum lagi, kalau nilai misalnya 45 rupiah sisanya pasti gak akan kembali ke kita, tapi sebaliknya kalau misalnya kita beli harganya 9.640 pasti dong kita disuruh bayarnya 9.700, lah ini sisanya kemana? belum lagi kalau yang 300 dikembalikan dengan permen.....
Well.... memang di sebagian minimarket, supermarket ada program setiap sisa rupiah kita disumbangkan. Wah kalau yang ini sih saya ikhlas... yang bikin gak ikhlas adalah sudah dibulatkan keatas, kembaliannya adalah permen....
Sekedar gambaran saja yah, saya sering berkunjung ke minimarket disekitar saya sebutlah Alfamart dan Indomaret. Nah dari kedua minimarket ini yang saya perhatikan nih, yang paling sering ngasih kembalian permen adalah Alfamart. Memang saya tidak spesifik menyebutkan Alfamart mana, tapi saya ini suka iseng, kadang-kadang kembalian permennya saya kumpulkan, karena saya memang tidak suka permen.
Sekarang, pertanyaannya adalah, bisakah suatu saat jika kita kurang 200 perak misalnya, kita bayar dari permen yang memang benar-benar dari minimarket yang bersangkutan? Kayaknya gak bisa deh.....
Disini posisi konsumen jelas lemah....dilain sisi jelas dong itu kembalian adalah pemaksaan, tapi disisi lain kalau gak ada ya udah kita mau gak mau terima.
Sebenarnya satu solusi, yang mungkin bisa diambil adalah setiap pengembalian uang mending ditabung di minimarket yang bersangkutan, caranya tentu rada repot, karena setiap konsumen harus menjadi member....
Tapi yang jelas, budaya pengembalian permen sudah menjalar kemana-mana, kecuali di warung-warung kecil belum. Udah menjadi negeri Permen.....
No comments:
Post a Comment