Showing posts with label Brama. Show all posts
Showing posts with label Brama. Show all posts

Tuesday, May 13, 2025

LOKASI SUTING SINGGASANA BRAMA KUMBARA, PRODUKSI PT MENARA GADING PRATAMA


LOKASI SUTING SINGGASANA BRAMA KUMBARA, CERITA YANG BERASAL DARI SANDIWARA RADIO SAUR SEPUH

Cerita jenis klasik cukup di gemari masyarakat. Terbukti beberapa sinetron yang mengambil setting kerajaan seperti mahkota Mayangkara dan Saur Sepuh mendapat sambutan hangat serta menduduki peringkat tinggi diantara produksi lokal lainnya. Kenyataan itu mendorong PT. Bola Dunia Film selaku penyandang dana, menyerahkan sepenuhnya pada PT. Menara Gading Pratama untuk memproduksi sinetron kolosal bertitel Singgasana Brama Kumbara. 

Denny HW selaku sutradara memulai start suting sejak Maret 1993. Mengambil lokasi suting di Pangandaran Jawa Barat, Ciseeng Bogor,  Studio Cikoko, Bumi Perkemahan Cilandak dan beberapa tempat lainnya. Setting bangunan istana kerajaan Pajajaran, didirikan sangat megah dan mentereng di areal bumi Perkemahan Cilandak, Jakarta Selatan. 

Kendati terbuat dari styrofoam (gabus) dan kardus yang dilapisi dengan triplek, bangunan palsu itu kerap membuat terkesima bagi yang melihatnya. Apalagi di sekitarnya banyak berkeliaran prajurit-prajurit, baik yang berkuda maupun berjalan kaki. Pemandangan seperti  itu seakan menghidupkan kembali sejarah masa lampau. 

Sinetron Singgasana Brama diangkat dari sandiwara radio karya Niki Kosasih berjudul Saur Sepuh yang juga sudah di filmkan secara bersambung di bioskop oleh Imam Tantowi ditulis ulang dengan versi lain, hingga tidak menimbulkan kesan jiplakan dari produksi sebelumnya biaya produksi mencapai 1 milyar.

"Biaya untuk artistik saja RP. 400 juta," tegas Soemantri penata artistik dan visual efek yang meninjau lokasi suting . Sinetron ini ditayangkan di AN-Teve mulai awal Februari 1994. 

Pemainnya tidak tanggung tanggung. Tercatat nama Johan Saimima, Advent Bangun, Yati Octavia, Minati Atmanegara, Cut Keke, Fitria Anwar, Piet Pagau, Gusti Randa, Arthur Tobing, Eddy Chaniago, Devi Permatasari, Fiona Rosalina, Candy Satrio, Muni Cader, Murtisaridewi, Anto Wijaya, Anneke Putri dan lain-lain ditambah ratusan figuran. 

Singgasana Brama Kumbara 75% menyuguhkan adegan perang. Trik-trik action mewarnai jalan cerita. Tata kelahi di kemas oleh Robert Santoso selaku director fighting , memadukan unsur silat Mandarin. "Tak mungkin saya total menampilkan silat budaya kita semata. Selain kesulitan teknis, harus diakui bahwa itu kurang komersil. Jurus-jurus silat kita sulit sekali di visualisasikan. Tapi saya juga tak mungkin begitu saja menghilangkan unsur silat tradisional. Kebijaksanaanya, saya memadukan dua unsur tadi. Karena terus terang tata silat Mandarin sangat di gemari masyarakat kita,"ungkap Robert Santoso. 

Sebagai akibatnya, budaya Pajajaran, dalam sinetron ini tampak terabaikan, Senjata khas Pasundan, Kujang tidak terlihat sebagai alat, baik ketika mengawal maupun dalam perang. Padahal jenis senjata itu sama sekali tidak bisa di pisahkan dengan kultur budaya Pasundan. Bahkan hingga saat ini. Anehnya para prajurit Pajajaran dalam sinetron Singgasana Brama Kumbara tersebut memakai jenis pedang panjang yang biasa dipakai prajurit Majapahit. Sehingga ketika terjadi pertempuran antara pasukan kerajaan Madangkara (dari daerah Pasundan) dengan Pasukan Kuntala (Dari daerah Jawa Timur) tidak bisa di bedakan senjata antara kedua pasukan itu. Kendati cerita ini fiksi, sedikit di baur sejarah, namun efeknya sangat peka terhadap pemikiran masyarakat, karena Singgasana Brama Kumbara berani mengambil setting kerajaan besar seperti Majapahit dan Pajajaran. 

"Sebenarnya saya sudah membuat jenis senjata Kujang. Tapi entah kenapa tiba-tiba di ganti dengan pedang. Jelas telah mengabaikan etnis Pajajaran. Demikian juga mengenai setting warna. Saya sudah memberikan himbauan, bahwa warna pada zaman dahulu lebih dominasi warna alam. Tapi dalam sinetron, set warna lebih banyak yang kontras tidak alamiah, ini juga satu kelalaian, sehingga harus diakui masih banyak yang belum di visualisasikan, " tutur Soemantri sang penata artistik. 

Sutradara Denny HW mengemukakan proses pembuatan sinetron ini sebenarnya tak menemui kendala yang berarti. Kalaupun terjadi kekeliruan pada jenis senjata, itu di tempuhnya ntuk mempermudah pengambilan gambar. "Pertarungan dengan senjata pedang akan lebih mudah waktu ngambil gambar ketimbang pakai kujang atau keris. Itu saja saya kira," kilahnya. 

Selain adegan perkelahian, saya juga mengemas adegan romantis dalam serial ini tanpa melahirkan adegan seks, karena percuma pasti akan dibabat BSF dan tak boleh ditayangkan televisi. Jadi cukup menghadirkan percintaan biasa. Yah katakanlah percintaan klassik, "kata Denny HW. Dan menurutnya cerita yang terdapat dalam sinetron kolosal Singgasana Brama Kumbara lebih rinci bila di banding dengan sinetron Saur Sepuh yang ditayangkan di TPI . Kami memulai cerita dari awal hingga akhir, sedangkan sinetron atau film lain, itu hanya salah satu segmennya saja. "lanjut Denny HW. 

Kameramen Thomas Susanto menaku tidak punya hambatan yang berarti dalam upaya memvisualisasikan gambar. "Hanya anak-anak (Pemain figuran) kayaknya kurang serius berakting. Ditambah lagi mungkin banyak diantara mereka yang kurang menguasai ilmu beladiri. Jadinya, pengambilan gambar saya lakukan berulang-ulang," Tutur Thomas


Dikutip dari MF NO. 197/163/ThX 15-28 Januari 1994 dengan beberapa penyuntingan seperlunya.