JUDUL FILM
:
SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA
SUTRADARA :
IMAM TANTOWI
SKENARIO :
IMAM TANTOWI
CERITA :
NIKI KOSASIH
PRODUSER :
HANDI MULYONO
PRODUKSI :
PT. KANTA INDAH FILM
TAHUN : 1988
JENIS : SILAT
PEMAIN : FENDY PRADANA, ELLY ERMAWATIE,
MURTISARIDEWI, ANNEKE PUTRI, BARON HERMANTO,
HENGKY TORNANDO, CHITRA DEWI, LAMTING, ATIN MARTINO, YOSEPH HUNGAN, RUDI
WAHAB, SIRJON DE GOUT, ATUT AGUSTINANTO
SINOPSIS :
Kerajaan Majapahit di landa kemelut. Sang Prabu
Wikramawardana bermuram durja. Berembuk dengan Patih Gajah lembana, Narapati
Raden Gajah dan senopati-senopati lainnya.
“Bre Wirabhumi mau melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit
karena dia sebagai putera Ramanda Hayam Wuruk merasa lebih berhak dari aku
yang hanya seorang menantu,” Keluh sang
Prabu. “Seharusnya dia memahami, isteriku adalah puteri Permaisuri, sedang dia
terlahir dari seorang selir!”.
Raden Gajah melaporkan bahwa utusan Kiasar Yung Lo dari
Cina, sudah memberikan pengakuan kepada Bre Wirabhumi yang mendirikan kerajaan
Pamotan. Maka Bre Wirabhumi dengan
tekebur meminta dukungan dari negeri-negeri tetangga seperti kerajaan
Pajajaran, Tanjung Singguruh, Sumedang Larang dan juga sebuah kerajaan kecil nan makmur,
Madangkara.
Hulubalang Rowi dan Pamotan, berpapasan dengan Hulubalang Ludaka
dari Majapahit, di perbatasan Madngkara. Nyaris kedua utusan itu bentrok kalau
tak di cegah oleh Senopati Ringkin yang
membawa kedua pihak ke keratin Madangkara.
Prabu Brama Kumbara sedang bersama permaisurinya, Harnum dan
adiknya Dewi Mantili, disertai suami sang
adik , Patih Gutawa.
Menerima surat dari kedua utusan itu, sang Prabu tak bisa
segera memberikan keputusan. Dengan bijaksan.
Prabu Brama kumbara menugaskan Tumenggung Adiguna membawa
surat ke Pamotan, menghimbau Adiguna di cegat Tumenggung Bayan. Perselisihan
berlanjut dengan adu kedigdayaan. Dengan Aji Cadas Ngamparnya, Tumenggung Bayan
menghancurkan tubuh Adiguna.
Perbuatan Tumenggung Bayan membuat Prabu Brama Kumbara sangat tersinggung. Ia
Menugaskan Patih Gutawa dan Mantili membawa suratnya ke Majapahit. Lalu ia
sendiri menyamar menjadi Satria Madangkara untuk menuntut balas kepada Bayan.
Harnum juga menyamar sebagai pendekar kelana untuk mengikuti perjalanan Satria
Madangkara. Mereka berangkat menunggang rajawali raksasa.
Patih Gutawa dan Mantili di sambut baik oleh Prabu
Wikramawardana. “Aku mengerti sikap rajamu, sangat bijaksana kalau Prabu Brama
Kumbara memilih kerajaan Majapahit,
bukan memihak aku atau siapa. Raja bisa berganti siapa saja, tapi Majapahit
tetap Majapahit,”.
Satria Madangkara menantang Tumenggung Bayan bertarung satu
lawan satu. Tolak Balik Aji Cakar Geni membuat sekujur tubuh Bayan terbakar
hangus. Ternyata perkara tak berakhir sampai di sini, tunangan Bayan, pendekar
wanita Lasmini yang menjadi guru silat di padepokan Bukit Kalam, bersumpah
menuntut balas.
Tapi saat bertemu muka, dendam Lasmini berubah menjadi
kekaguman seorang wanita terhadap seorang lelaki jantan. Apalagi setelah
bergebrak, Satria Madangkara bisa merobohkannya dengan mudah.
“Kamu terlalu mempesona untuk menjadi musuhku, “ rayu
Lasmini yang mulai kasmaran.
“Jangan!” Kamu harus tetap membenciku karena aku telah
membunuh tunanganmu!” cegah Satria Madangkara.
Harnum dan Mantili menjadi sangat murka, dan mencari maki
Lasmini.
Merasa tak mampu menandingi, Lasmini meminta bantuan
gurunya, Si Mata Setan. Namun Satria Madangkara yang menguasai Ajian Serat Jiwa
mampu mengusir si Mata Setan.
Peperangan Majapahit dengan Pamotan tak terelakkan lagi.
Angkatan perang Majapahit di pimpin Patih Gajah Lembana yang menunggangi Gajah
menyerbu Pamotan.
Lasmini bergabung dengan dua saudara seperguruan Bayan,
Yakni Jasta dan Wangwa, serta guru mereka Jagadnata, mencegat rombongan Satria
Madangkara. Dalam pertarungan seru,
Lasmini merapal ajian Sirep Megananda untuk menawan Patih Gutawa, Mantili dan
Harnum. Sedangkan Satria Madangkara terpaksa menggunakan Ajian Serat Jiwa
tingkat tinggi untuk menghancurkan Jagadnata yang kelewat berbahaya.
Serbuan Angkatan Perang Majapahit menghancurkan keraton
Pamotan. Bre Wirabhumi melarikan diri naik perahu. Tapi Patih Gajah Lembana tak
sudi melepaskannya. Dalam pertempuran, Patih Gajah Lembana berhasil memenggal
kepala Bre Wirabhumi.
Prabu Wikramawardana tertunduk haru menerima persembahan
kepala Bre Wirabhumi. “Kuburkan di desa Lung, dan dirikan diatasnya sebuah
Candi, sebagai peringatan pada anak cucuku, betapa menyakitkan sebuah perang”.
Peperangan Majapahit
Pamotan telah berakhir, tapi justru Brama Kumbara menghadapi persoalan
baru. Ia harus mencari Harnum, Mantili dan Gutawa yang di tawan dan di
sembunyikan oleh Lasmini entah dimana. Satria Madangkara bersuit memanggil burung
rajawali raksasanya. Dengan menunggang burung rajawali itu, Brama Kumbara
memulai perjalanan untuk mencari orang-orang kesayangannya hingga akhirnya dapat
kembali bersama.